AI Belum Jadi Mesin Utama Transformasi Digital: Mengapa 85% Perusahaan Indonesia Masih Ragu?
Hasil survei terbaru IBM mengungkap bahwa mayoritas perusahaan Indonesia masih memandang kecerdasan buatan sebagai teknologi pendukung, bukan fondasi strategis. Apa penyebabnya, dan apa dampaknya bagi masa depan ekonomi digital Indonesia?
Di tengah gelombang besar transformasi digital global yang memposisikan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sebagai motor utama pertumbuhan, Indonesia ternyata masih menghadapi tantangan fundamental dalam pemanfaatan teknologi ini. Sebuah survei terbaru yang dirilis oleh IBM menunjukkan bahwa 85% perusahaan di Indonesia belum menempatkan AI sebagai pendorong utama transformasi digital. Hanya 15% perusahaan yang menjadikan AI sebagai bagian inti dari strategi bisnis, sementara sisanya masih memposisikan AI sebagai elemen tambahan atau sekadar pelengkap.
Temuan ini memberikan gambaran jelas bahwa meskipun adopsi AI di Indonesia semakin populer dalam wacana publik, tingkat implementasinya sebagai strategic enabler ternyata masih sangat terbatas. Pertanyaannya: apa yang membuat perusahaan Indonesia masih ragu menjadikan AI sebagai prioritas utama?
AI Masih Dipandang sebagai Teknologi Pendukung
Menurut hasil survei tersebut, sebagian besar perusahaan di Indonesia belum melihat AI sebagai kebutuhan strategis jangka panjang. Banyak organisasi masih berfokus pada digitalisasi dasar, seperti migrasi ke cloud, penggunaan aplikasi internal baru, atau integrasi sistem data sederhana. Di tengah fase adaptasi ini, AI dianggap “tingkat lanjut” dan belum menjadi kebutuhan mendesak.
Dengan kata lain, perusahaan masih memprioritaskan fondasi digital sebelum beralih ke otomatisasi dan analitik tingkat tinggi. Akibatnya, AI justru ditempatkan pada lapisan opsional bukan inti transformasi.
Padahal, negara-negara maju saat ini sudah menjadikan AI sebagai core fundamental dalam percepatan bisnis, mulai dari efisiensi operasional hingga pengambilan keputusan berbasis data.
Kendala Sumber Daya Manusia (SDM): Tantangan Paling Besar
Salah satu alasan utama di balik lambatnya adopsi AI adalah keterbatasan SDM. Survei IBM menemukan bahwa perusahaan Indonesia masih memiliki kesenjangan kompetensi dalam bidang:
- Data science
- Machine learning
- Cybersecurity terkait AI
- Teknologi cloud dan integrasi data
Banyak perusahaan mengakui bahwa mereka ingin memanfaatkan AI, tetapi tidak memiliki talenta berpengalaman untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan model AI secara efektif. Kekurangan ini akhirnya membuat investasi AI dianggap berisiko dan sulit diukur return-nya.
Dalam konteks Indonesia, persoalan SDM digital memang menjadi isu besar. Meskipun beberapa inisiatif pelatihan sudah berjalan, jumlah talenta yang memiliki kemampuan AI tingkat menengah hingga lanjutan masih sangat terbatas.
Faktor Biaya dan Infrastruktur Ikut Memperlambat Implementasi
Selain kendala SDM, hambatan lainnya terletak pada biaya. Implementasi AI membutuhkan infrastruktur yang tidak murah, terutama di tahap awal. Perusahaan harus mengeluarkan anggaran untuk:
- Penyimpanan dan pengolahan data berskala besar
- Penggunaan GPU atau layanan cloud berperforma tinggi
- Integrasi sistem lama ke sistem baru
- Keamanan siber yang lebih kuat
Bagi banyak perusahaan Indonesia, terutama skala menengah, hal ini menjadi beban investasi yang berat. Mereka cenderung menunda implementasi sambil menunggu teknologi menjadi lebih terjangkau.
Tidak hanya itu, integrasi AI juga membutuhkan kesiapan data internal yang sering kali belum matang. Banyak perusahaan masih menggunakan model pencatatan data yang terpisah-pisah (silo), sehingga tidak dapat langsung digunakan untuk membangun model AI.
Kekhawatiran Terhadap Keamanan Data Menjadi Penghambat Serius
Selain biaya dan SDM, perusahaan Indonesia masih memiliki tingkat kekhawatiran tinggi terhadap keamanan data ketika mengimplementasikan AI. Kekhawatiran ini semakin meningkat seiring berkembangnya layanan cloud internasional yang melibatkan penyimpanan data di luar negeri.
Perusahaan merasa data sensitif, terutama data pelanggan, harus dikelola dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Mereka masih ragu memberikan kepercayaan penuh pada sistem AI, terutama dalam konteks:
- Kebocoran data
- Penyalahgunaan algoritma
- Tantangan kepatuhan regulasi
- Akses pihak ketiga
Padahal, AI justru dapat membantu meningkatkan keamanan siber melalui deteksi anomali secara real-time. Namun tanpa pemahaman menyeluruh, AI malah dianggap sebagai risiko baru.
Dampaknya bagi Indonesia: Tertinggal Jika Tidak Bergerak Cepat
Kecenderungan perusahaan yang belum menjadikan AI sebagai prioritas berpotensi membuat Indonesia tertinggal dalam kompetisi global. Negara-negara lain di Asia seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan China telah menjadikan AI sebagai poros utama ekonomi digital mereka.
Jika perusahaan Indonesia terus bergerak lambat, maka tantangan yang mungkin muncul adalah:
- Efisiensi operasional tertinggal dari kompetitor internasional
- Produk dan layanan kurang inovatif
- Produktivitas industri stagnan
- Peluang ekonomi digital tidak maksimal
Transformasi digital tanpa AI hanya akan menghasilkan digitalisasi permukaan, bukan perubahan struktural yang membuka daya saing baru.
Penutup: Saatnya Mengubah Cara Pandang terhadap AI
Hasil survei IBM sebenarnya menjadi pengingat penting. Indonesia tidak kekurangan peluang yang kurang adalah percepatan adopsi. AI seharusnya tidak lagi dipandang sebagai “fitur tambahan”, melainkan sebagai fondasi strategis untuk masa depan.
Dengan semakin banyaknya inisiatif pelatihan, kolaborasi teknologi, investasi pemerintah, dan ekosistem startup yang berkembang, perusahaan Indonesia sebenarnya memiliki pintu lebar untuk memulai.
Ingin terus update tentang informasi digital lainnya? Temukaan inspirasi teknologi harian di instagram @wesclic dan lihat bagaimana inovasi mendorong industri bergerak lebih maju.
Bila tertarik menerapkan solusi digital serupa, webklik juga menyediakan layanan pembuatan website professional yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis atau instansi anda hubungi langsung kami di WhatsApp untuk informasi lebih lanjut atau konsultasi layanan.
Read More
GlobalFoundries Akuisisi Advanced Micro Foundry: Langkah Strategis Mempercepat Revolusi AI Data Center Berbasis Silicon Photonics
alya 20/11/2025 0Akuisisi ini memperkuat posisi GlobalFoundries dalam teknologi fotonik silikon yang menjadi fondasi jaringan ultra-cepat untuk pusat data AI generasi berikutnya. Industri semikonduktor global diguncang oleh…
Indonesia Masuk Era Baru Komputasi Tinggi: Proyek Pusat Data AI-Kuantum Rp 6 Triliun Siap Dibangun
alya 20/11/2025 0Indonesia resmi memfasilitasi pembangunan pusat data berbasis Artificial Intelligence (AI) dan komputasi kuantum pertama di…
Investasi Data Center AI Melejit hingga US$ 580 Miliar: Dunia Masuki Era Infrastruktur Komputasi Super-Masif
alya 20/11/2025 0Dorongan besar dari AI generatif menjadikan data center sebagai sektor investasi paling agresif di dunia,…
Lonjakan Permintaan Semikonduktor Global 2025: Industri Chip Memasuki Era Emas Berkat Ledakan AI
alya 20/11/2025 0Perkiraan Permintaan Global Semikonduktor Naik 11,2% pada 2025, Dorong Transformasi Teknologi Dunia Industri semikonduktor kembali…
AI Belum Jadi Mesin Utama Transformasi Digital: Mengapa 85% Perusahaan Indonesia Masih Ragu?
alya 20/11/2025 0Hasil survei terbaru IBM mengungkap bahwa mayoritas perusahaan Indonesia masih memandang kecerdasan buatan sebagai teknologi…
Categories
- Business (158)
- Company Profile (3)
- Developer Connect (126)
- HR and L&D (23)
- Human Reasearch and Development (15)
- Landing Page (2)
- Marketing (31)
- Media Relations (72)
- News (53)
- Public Relations (48)
- Story (8)
- technology (1)
- Technology (993)
- Tips and Trick (74)
- Toko Online (2)
- Uncategorized (66)
- Video & Tips (13)
- Wesclic (77)
Popular Tags
