
TikTok Didenda Rp 9,8 Triliun Karena Ketahuan Kirim Data Pengguna ke China
TikTok menjadi salah satu aplikasi media sosial paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan jutaan pengguna aktif dari berbagai usia, TikTok kini tidak hanya menjadi tempat hiburan, tetapi juga sarana bisnis, edukasi, dan personal branding. Namun, di balik popularitasnya, ada satu isu besar yang terus menjadi perbincangan, apakah TikTok benar-benar mengirim data pengguna ke China?
Apa Hubungan TikTok dengan Pemerintah China?
TikTok dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal China, ByteDance. Meskipun server internasionalnya berada di berbagai negara, isu tentang keterkaitan TikTok dengan pemerintah China terus menjadi bahan perbincangan. Banyak pihak khawatir karena ByteDance berbasis di China, maka perusahaan tersebut bisa diminta oleh pemerintah Tiongkok untuk menyerahkan data pengguna global sesuai dengan hukum yang berlaku di sana.

Pada 2017, China mengesahkan National Intelligence Law yang mewajibkan semua organisasi dan warga negara China untuk membantu badan intelijen jika diminta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa perusahaan seperti ByteDance bisa dipaksa memberikan data pengguna luar negeri ke pemerintah China.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
TikTok kembali menjadi sorotan regulator Eropa. Kali ini, perusahaan milik ByteDance itu didenda 530 juta euro atau sekitar Rp 9,8 triliun karena ketahuan mengirim data pengguna Eropa ke China. Denda ini dijatuhkan oleh Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC), yang bertugas mengawasi seluruh aktivitas dan perlindungan data pengguna platform digital, khususnya di kawasan Uni Eropa.
Wakil Komisaris DPC, Graham Doyle, dalam sebuah pernyataan pada Jumat (2/5/2025), menyatakan bahwa TikTok telah melakukan pelanggaran serius terhadap regulasi perlindungan data Uni Eropa (GDPR). Pengiriman data pengguna di wilayah ekonomi Eropa (EEA) ke China dinilai tidak memiliki tingkat perlindungan yang setara dengan standar perlindungan data yang dijamin oleh Uni Eropa.
Pelanggaran GDPR oleh TikTok
“Transfer data pribadi TikTok ke China melanggar GDPR karena TikTok gagal memverifikasi, menjamin, dan menunjukkan bahwa data pribadi pengguna EEA, yang diakses dari jarak jauh oleh staf di China, diberikan tingkat perlindungan yang setara dengan yang dijamin di UE,” ujar Graham Doyle.
TikTok juga disebut belum mampu menilai dampak dari undang-undang anti terorisme, antispionase, dan hukum lain di China yang berbeda dengan standar perlindungan data Uni Eropa.
“Sebagai akibat dari kegagalan TikTok untuk melakukan penilaian yang diperlukan, TikTok tidak menangani potensi akses oleh otoritas Tiongkok ke data pribadi EEA berdasarkan undang-undang antiterorisme, antispionase, dan undang-undang Tiongkok lainnya yang diidentifikasi oleh TikTok sebagai hal yang secara material menyimpang dari standar UE,” tambah Graham.
Pengakuan TikTok yang Bertentangan dengan Klaim Sebelumnya
Selama investigasi oleh regulator Eropa, TikTok terbukti memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sebelumnya, perusahaan tersebut mengklaim bahwa pihaknya tidak pernah menyimpan data pengguna Eropa di server yang berlokasi di China. Namun, dalam penyelidikannya kali ini, TikTok memberitahu regulator bahwa pada Februari 2025, mereka menemukan bahwa sebagian data pengguna Eropa sempat tersimpan di server China.
Pengakuan TikTok ini bertentangan dengan klaim mereka sebelumnya. Perusahaan tersebut dianggap memberikan informasi yang tidak benar kepada regulator. DPC menanggapi masalah ketidaksesuaian informasi ini dengan sangat serius. Doyle menyebutkan bahwa saat ini DPC sedang mempertimbangkan tindakan regulasi tambahan setelah berkonsultasi dengan otoritas perlindungan data Uni Eropa lainnya.
Bagaimana Reaksi TikTok terhadap Denda dan Penyelesaian Isu Data?
Keputusan Komisi Perlindungan Data Irlandia yang menjatuhkan denda sebesar Rp 9,8 triliun kepada TikTok mendapat penolakan dari pihak perusahaan. TikTok membantah hasil temuan regulator dan berencana mengajukan banding, sebagaimana dihimpun CNBC.
Di hari yang sama, dalam postingan blog resmi, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah TikTok untuk Eropa, Christine Grahn, mengatakan bahwa keputusan tersebut tidak mencerminkan implementasi Project Clover TikTok. Grahn menyebutkan bahwa Project Clover merupakan inisiatif keamanan data yang dibuat oleh TikTok senilai 12 miliar euro. Proyek ini mulai dijalankan perusahaan sejak tahun 2023 dengan tujuan untuk melindungi data pengguna Eropa.
“Sebaliknya, hal itu berfokus pada periode tertentu dari beberapa tahun lalu, sebelum penerapan Clover pada tahun 2023 dan tidak mencerminkan perlindungan yang berlaku saat ini,” kata Grahn. Dia juga menambahkan bahwa dalam laporan DPC tercatat bahwa TikTok tidak pernah menerima permintaan data dari pemerintah China.
Apa Saja Data yang Diambil TikTok?
TikTok, seperti banyak aplikasi lainnya, mengumpulkan data pengguna. Berikut adalah beberapa data yang dapat diambil TikTok:
- Informasi akun: email, nomor HP, lokasi
- Aktivitas di aplikasi: video yang ditonton, waktu penggunaan, konten yang disukai
- Informasi perangkat: model HP, sistem operasi, alamat IP
- Data clipboard: TikTok sempat ketahuan membaca clipboard (tempat penyimpanan teks sementara) dari perangkat iOS.
Jika data tersebut disalahgunakan atau dibagikan tanpa izin dapat berujung pada penyalahgunaan identitas, iklan yang terlalu personal, atau pemantauan aktivitas.
Apa Risikonya Bagi Pengguna?
Bagi pengguna TikTok, ada beberapa risiko terkait dengan pengambilan data, di antaranya:
- Kehilangan Privasi: Data yang terkumpul dapat digunakan untuk profiling yang sangat personal.
- Iklan Berlebihan: Pengguna dapat dibanjiri iklan berdasarkan preferensi mereka.
- Risiko Keamanan Digital: Jika data bocor, dapat membuka peluang bagi peretasan, scam, dan kejahatan siber lainnya.
- Konten yang Disaring: Isu-isu tertentu mungkin tidak muncul di beranda pengguna karena penyaringan otomatis dari TikTok.
Apa yang Bisa Dilakukan Pengguna?
Pengguna TikTok dapat lebih bijak dalam menggunakannya dengan beberapa langkah berikut:
- Batasi Izin Aplikasi: Nonaktifkan akses ke lokasi, mikrofon, atau galeri jika tidak diperlukan.
- Jangan Gunakan Data Sensitif: Hindari mengetik atau menyalin informasi pribadi saat membuka TikTok.
- Perbarui Aplikasi Secara Berkala: Update aplikasi dapat menutup celah keamanan.
- Gunakan VPN Jika Perlu: Untuk keamanan tambahan saat berselancar.
- Pikirkan Sebelum Mengunggah: Hindari mengunggah data pribadi, lokasi, atau informasi sensitif lainnya.
Tanggapan Tiktok
TikTok secara resmi menyatakan bahwa mereka menyimpan data pengguna internasional di server yang berlokasi di luar China, seperti di Singapura dan Amerika Serikat. Perusahaan juga sedang membangun inisiatif bernama Project Clover di Eropa dan Project Texas di AS untuk membatasi akses karyawan di China terhadap data pengguna lokal.
Namun, meskipun TikTok telah melakukan berbagai upaya, banyak pihak yang tetap meragukan sepenuhnya keamanan data pengguna, mengingat ByteDance tetap berbasis di China.
Kesimpulan
TikTok memang menjadi salah satu aplikasi yang menghibur, tetapi penting untuk mengetahui risiko yang terkait dengan penggunaan aplikasi ini. Meskipun ada upaya dari TikTok untuk meningkatkan perlindungan data, pengguna tetap harus berhati-hati dan memastikan bahwa privasi mereka terjaga.
Siap mengoptimalkan bisnis Anda di era teknologi ini? Wesclic Indonesia Neotech hadir dengan solusi teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan Anda. Kunjungi Wesclic Product untuk menemukan berbagai produk teknologi kami yang inovatif. Jangan lupa untuk mengikuti Wesclic Instagram untuk update terbaru dan tips seputar teknologi digital yang dapat mendukung bisnis Anda.
Recent Post
-
YouTube Uji Coba Paket Premium Duo Hemat untuk Dua Orang
-
RSUD Bunda Gunakan Teknologi Robotik Gen 2 untuk Operasi yang Lebih Aman
-
Google Bocorkan Desain Android Terbaru yang Lebih Ekspresif
-
Apple Kirim Peringatan Serangan Spyware ke Pengguna iPhone
-
Mistral AI, Inovasi Kecerdasan Buatan dari Prancis yang Saingi ChatGPT
-
TikTok Didenda Rp 9,8 Triliun Karena Ketahuan Kirim Data Pengguna ke China
-
Amazon Nova Premier Hadir dengan Kapasitas Konteks hingga 1 Juta Token
-
Fortnite Kembali Hadir di App Store, Apple Kalah di Pengadilan
Categories
- Business (150)
- Company Profile (3)
- Developer Connect (126)
- HR and L&D (23)
- Human Reasearch and Development (15)
- Landing Page (2)
- Marketing (27)
- Media Relations (72)
- News (39)
- Public Relations (48)
- Story (8)
- Technology (364)
- Tips and Trick (73)
- Toko Online (2)
- Uncategorized (25)
- Video & Tips (13)
- Wesclic (30)
Tags
Read More
YouTube Uji Coba Paket Premium Duo Hemat untuk Dua Orang
titah 08/05/2025 0YouTube selalu berusaha memberikan pengalaman terbaik bagi penggunanya. Untuk itu, mereka kini tengah menguji coba paket Premium Duo, yang memungkinkan dua orang untuk berbagi langganan…
RSUD Bunda Gunakan Teknologi Robotik Gen 2 untuk Operasi yang Lebih Aman
titah 08/05/2025 0Teknologi di dunia medis terus berkembang dan membawa banyak perubahan. Salah satu inovasi terbaru yang…
Google Bocorkan Desain Android Terbaru yang Lebih Ekspresif
titah 08/05/2025 0Google selalu berusaha meningkatkan pengalaman pengguna Android melalui desain yang lebih menarik dan mudah digunakan.…
Apple Kirim Peringatan Serangan Spyware ke Pengguna iPhone
titah 08/05/2025 0Perangkat digital, terutama smartphone, kini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari komunikasi hingga…
Mistral AI, Inovasi Kecerdasan Buatan dari Prancis yang Saingi ChatGPT
titah 08/05/2025 0Mistral AI, sebuah perusahaan asal Prancis, mulai mencuri perhatian dunia dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatannya.…
Categories
- Business (150)
- Company Profile (3)
- Developer Connect (126)
- HR and L&D (23)
- Human Reasearch and Development (15)
- Landing Page (2)
- Marketing (27)
- Media Relations (72)
- News (39)
- Public Relations (48)
- Story (8)
- Technology (364)
- Tips and Trick (73)
- Toko Online (2)
- Uncategorized (25)
- Video & Tips (13)
- Wesclic (30)
Popular Tags